PEKANBARU, MitraNews.Co– Pengesahan Revisi Perubahan Rencana Pembangunan Jangka Menengah Daerah (RPJMD) Kota Pekanbaru tahun 2017-2022 pada rapat paripurna DPRD Kota Pekanbaru Senin (11/5) kemarin, menuai banyak kecaman. Dari sisi keterbukaan informasi publiki, Komisi Informasi (KI) Riau menilai kinerja Pemko Pekanbaru bobrok!
Hal ini terkuat ketika 12 anggota DPRD Kota Pekanbaru datang ke KI Provinsi Riau untuk berdiskusi terkait pengesahan RPJMD yang disebut-sebut cacat hukum. Kedatangan para wakil rakyat ini disambut empat orang komisioner, Zufra Irwan (Ketua), Joni S Mundung, Tatang Yudiansyah, dan Alnofrizal, pada Selasa siang (19/5) di Gedung KI Provinsi Riau, jalan Gajahmada, Pekanbaru.
Diskusi terbuka tersebut diawali dengan pemaparan salah seorang anggota DPRD Kota Pekanbaru, Sabarudi dari PKS dan dilanjutkan dengan Ida Yulita Susanti dari Fraksi Partai Golkar. Keduanya mengadukan masalah pengesahan RPJMD yang banyak melanggar aturan perundangan dan tatib DPRD. Masalah inilah yang dikupas untuk kemudian mencari langkah-langkah terbaik agar persoalan ini menjadi jernih kembali.
Menyikapi itu, Ketua Komisi Informasi Provinsi (KIP) Riau, Zufra Irwan mengatakan, di tengah pademi Covid-19 ini, jika ada yang masih berpikiran untuk menyelesaikan proyek-proyek pembangunan, itu jelas sangat memprihatinkan dan patut dipertanyakan hati nurani para pengambil kebijakan di Pemko.
“Jelas kita prihatin. Dan saya mempertanyakan hati nurani mereka, termasuk para wakil rakyat di DPRD Kota Pekanbaru,” ucap Zulfra dihadapan 12 orang Anggota DPRD Kota Pekanbaru di ruang rapat Ketua KI Riau.
Dan dia berharap, 18 anggota dewan yang meminta dilakukannya peninjauan kembali terhadap pengesahan RPJMD, untuk istiqomah dan benar-benar berjuang demi rakyat. Bahkan, dirinya mendorong para wakil rakyat ini untuk memaparkan semua permasalah yang terjadi ke pemerintah pusat.
“Sekarang lengkapi data dan berangkat ke Jakarta. Laporkan semua kejanggalan yang terjadi kepada Kabag Reskrim, Kejaksaan Agung, Menteri dalam Negeri dan Kemen PANRB,” tegas Zufra.
Penyataan keras lainnya juga disampaikan anggota komisioner Joni S Mundung. Dia mengatakan, soal keterbukaan informasi publik, kinerja Pemko Pekanbaru sangat jelek. Setiap masyarakat yang minta informasi dan data, kebanyakan ditolak.
“Informasi soal Covid-19 misalnya. Masalah bantuan saja tak selesai. Ini disebabkan mereka tidak transparan soal data. Siapa yang menerima, berapa jumlahnya, anggarannya berapa, semua tertutup. Jauh hari kami sudah sampaikan, kalau tidak transparan, maka akan kacau. Sekarang terbukti kan,” kata Mundung.
Tersebab kacaunya penyaluran bantuan kepada masyarakat akibat pemberlakukan PSBB, dirinya menyarankan RT/RW melakukan pembangkangan sosial. “Biarlah saya disebut provokataor, asalkan semua terbuka dan transparan,” tukasnya.
Dia juga mengatakan, kedatangan sejumlah anggota DPRD Pekanbaru dalam jumlah banyak ini merupakan peristiwa langka yang jarang terjadi di republik ini. Menurut dia, ini menjadi cambuk bagi walikota mengingat DPRD merupakan mitra kerja mereka.
Hal senada juga disampaikan anggota Komisioner lainnya, Yatang Yudiansyah. Menurut Tatang, di era keterbukaan informasi publik sekarang ini, Pemko harusnya transparan. Tidak ada yang disebunyi-sembunyikan, apalagi kalau itu masalah kepentingan rakyat.
“Ini yang tidak kita lihat. Ketika RT/RW menyodorkan data, Pemko justru punya data sendiri. Akibatnya, bantuan penanganan Covid-10 menjadi kacau sampai saat ini.
Termasuk juga masalah RPJMD yang jelas-jelas untuk kepentingan daerah. Ternyata, banyak hal yang disembunyikan. Seperti yang barusan kami dengar kalau disana masih terdapat sengketa lahan seluas 226 Ha. Kemudian penempatan tenaga kerja lokal yang tak sebanding dengan tenaga kerja asing (China). Kalau TKI 500 orang, maka TKA 7.000 lebih. Semua ini karena adanya kontrak dengan pihak luar. Kalau memang iya, kenapa ini tidak dipublis dari awal?” pungkasnya. (**/ist)