MitraNews.Co – Berikut adalah perkembangan penting di isu ekonomi, pasar modal dan aksi korporasi, yang disarikan dari media dan laporan keterbukaan informasi Bursa Efek Indonesia, Selasa, 05 Mei 2020 :
Pertumbuhan Ekonomi
Perekonomian negara-negara di dunia pada kuartal I 2020 ini mencatatkan kinerja negatif akibat pandemik virus corona (Covid-19). Namun demikian, Menteri Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengatakan ekonomi Indonesia pada kuartal I 2020 akan tumbuh 4,5 persen hingga 4,7 persen. Bendahara Negara itu menjelaskan, mulai Januari hingga Maret 2020 Indonesia masih mencatatkan kinerja ekonomi yang baik.
“Kita memang growth masih di 4 persen, kelihatannya masih baik dan tidak sangat dahsyat namun kalau lihat akselerasi dampak dari Maret ke April kita harus meningkatkan kehati-hatian yang sangat tinggi,” ujar Sri Mulyani ketika melakukan rapat kerja dengan Badan Anggaran DPR RI, Senin (4/5/2020) dilansir Kompas.com.
Sri Mulyani menjelaskan, perubahan signifikan mulai terlihat pada pekan kedua bulan Maret. Hal itu terindikasi dari penerimaan pajak yang mengalami penurunan. Selain itu, indeks kinerja manufaktur atau prompt manufacturing index (PMI) pada bulan April ini tercatat merosot sangat tajam.
“PMI drop sangat dalam hanya dalam waktu satu bulan, Maret ada di 47 di April sudah di 27,” ujar Sri Mulyani.
Perempuan yang akrab disapa Ani itu membandingkan perekonomian RI dengan beberapa negara lain yang telah mengeluarkan laporan kinerja perekonomian di kuartal I tahun ini. Amerika Serikat misalnya, pada kuartal I 2020 ini tercatat mengalami kontraksi -4,8 persen. Memburuknya kinerja perekonomian tersebut ditunjukkan dengan kepercayaan konsumen yang merosot hingga melonjaknya angka klaim jaminan pengangguran yang mendekati 30 juta hanya dalam waktu lima minggu.
Adapun Eropa pada kuartal I 2020 mencatatkan pertumbuhan -3,8 persen. Kontraksi tersebut merupakan yang terdalam sejak negara kawasan tersebut mencoba bangkit dari krisis keuangan global pada 2008. Sementara China pada kuartal I 2020 ini mencatatkan pertumbuhan ekonomi -6,8 persen.
“Yang biasanya growth di atas 6 persen terjun payung 12 persen ke bawah, terendah sejak 1998. PMI Jepang juga kontraksi,” ujar Sri Mulyani.
Perppu Penanganan Covid-19
Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menerima dan menyetujui Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) Nomor 1 Tahun 2020 untuk penanganan COVID-19 ditetapkan menjadi undang-undang dan dibawa dalam Rapat Paripurna pada 12 Mei 2020.
Ketua Banggar DPR RI Said Abdullah mengetok palu tanda menyetujui Perppu Nomor 1 tahun 2020 menjadi undang-undang dalam rapat kerja secara virtual dengan Kementerian Keuangan dan Kementerian Hukum dan HAM di Jakarta, Senin (4/5/2020) malam.
Dalam rapat maraton yang diadakan sejak Senin siang hingga pukul 22.30 WIB itu, seluruh fraksi di Banggar DPR RI menyampaikan pandangannya mengenai Rancangan Undang-Undang tentang penetapan Perppu Nomor 1 Tahun 2020 tentang Kebijakan Keuangan Negara dan Stabilitas Sistem Keuangan ini menjadi undang-undang (UU).
Mayoritas fraksi yang menerima dan menyetujui tersebut adalah PDI-P, Partai Golkar, Partai Kebangkitan Bangsa (PKB), Partai Demokrat, Partai Gerindra, Partai Nasdem, Partai Amanat Nasional (PAN), dan PPP.
Hanya Fraksi Partai Keadilan Sejahtera (PKS) yang menolak Perppu tersebut karena menyoroti sejumlah hal di antaranya terkait program pemulihan ekonomi nasional dan batasan defisit yang bisa melebihi tiga persen.
Anggota DPR dari Fraksi PAN Eko Patrio, misalnya, mengatakan setuju dengan isi Perppu Nomor 1 Tahun 2020. Dia beralasan, pemerintah memang harus menambah alokasi belanja untuk menangani penyebaran virus corona di dalam negeri. Lewat Perppu, pemerintah sepakat menambah alokasi belanja sebesar Rp405,1 triliun.
“Kebijakan ini benar-benar untuk membantu masyarakat yang terdampak virus corona. Penambahan alokasi membuat defisit naik dan itu dinilai masih wajar,” ucap Eko dilansir Bisnis.com.
Setelah diketok palu, rencananya hasil keputusan ini akan dibawa ke rapat paripurna untuk selanjutnya akan disahkan menjadi UU sebelum masa sidang berakhir pada 12 Mei 2020.
Dalam kesempatan yang sama, Menteri Keuangan Sri Mulyani menyampaikan terima kasih serta berjanji akan terus melakukan konsultasi dengan DPR serta berhati-hati mengelola anggaran agar defisit APBN terjaga.
“Kami berjanji dan terus berniat baik dengan menjaga dukungan dari DPR dan kami terbuka, kami akan selalu sampaikan langkah-langkah transparan,” katanya.
Sri Mulyani mengatakan akan poin-poin yang disampaikan oleh anggota DPR mengenai Program Kartu Prakerja dan Bansos akan dibahas dalam evaluasi bersama pemerintah.
“Ini akan menjadi bahan evaluasi dan perbaikan bagi pemerintah dalam menghadapi penyebaran virus corona yang belum pasti kapan berakhir,” tuturnya.
Bank Indonesia
Bank Indonesia menyebutkan indeks inflasi harga konsumen (IHK) pada April 2020 tetap rendah dan terkendali, yakni 0,08 persen (MtM), lebih rendah dari inflasi bulan sebelumnya 0,1 persen (MtM)
Berdasarkan keterangan pers yang disampaikan Kepala Departemen Komunikasi Bank Indonesia Onny Widjanarko, Senin (4/5/2020), perkembangan ini dipengaruhi oleh inflasi inti yang melambat, serta kelompok volatile food dan administered prices yang kembali mencatat deflasi. Dengan perkembangan tersebut, secara tahunan inflasi IHK April 2020 tercatat 2,67 persen (YoY), menurun dibandingkan dengan inflasi bulan lalu 2,96 persen (YoY).
“Ke depan, BI terus konsisten menjaga stabilitas harga dan memperkuat koordinasi kebijakan dengan pemerintah, baik di tingkat pusat maupun daerah, untuk mengendalikan inflasi tetap rendah dan terkendali dalam sasarannya 3 persen ±1 persen pada 2020. Koordinasi dengan pemerintah tersebut termasuk untuk mengendalikan inflasi pada bulan Ramadan dan Hari Raya Idulfitri 1441 H,” demikian dilansir Bisnis.com.
Untuk inflasi inti pada April 2020 tercatat melambat dari 0,29 persen (MtM) pada bulan sebelumnya menjadi 0,17 persen (MtM).
Dilihat dari kelompok barang, perkembangan ini terutama dipengaruhi oleh deflasi komoditas bawang bombay, di tengah komoditas gula pasir dan emas perhiasan yang mencatat kenaikan harga. Secara tahunan, inflasi inti tercatat 2,85 persen (YoY), sedikit melambat dibandingkan dengan inflasi Maret 2020 2,87 persen (YoY).
“Inflasi inti yang menurun tidak terlepas dari konsistensi kebijakan BI dalam mengarahkan ekspektasi inflasi tetap terjaga dan dampak permintaan domestik yang melambat sejalan dampak pandemi Covid-19,” ungkap Onny.
Surat Berharga Negara (SBN)
Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan dan Risiko (DJPPR) mencatat realisasi pembiayaan utang melalui surat berharga negara (SBN) secara bruto per akhir April 2020 tercatat sudah mencapai Rp485,66 triliun.
Secara lebih rinci, dilansir Bisnis.com (4/5/2020) penerbitan SBN dalam bentuk SUN berdenominasi rupiah tercatat sudah mencapai Rp360,08 triliun, sedangkan dalam bentuk SUN valas mencapai Rp110,05 triliun. Adapun, penerbitan SBN dalam bentuk sukuk tercatat mencapai Rp125,57 triliun.
Untuk diketahui, kebutuhan pembiayaan anggaran pada 2020 tercatat mencapai Rp1.439,8 triliun. Sebesar Rp852,93 triliun di antarannya diperlukan untuk membiayai defisit anggaran, sedangkan Rp433,4 triliun sisanya diperlukan untuk membiayai utang jatuh tempo.
Adapun, sebesar Rp153,46 triliun sisanya dipergunakan untuk membiayai pembiayaan nonutang. Berdasarkan data Kementerian Keuangan, penerbitan SBN sepanjang kuartal II 2020 hingga kuartal IV 2020 bakal mencapai Rp856,8 triliun. Seluruhnya akan dipenuhi melalui lelang di pasar domestik, SBN ritel, private placement, dan penerbitan SBN valas.
Sepanjang kuartal II 2020 hingga kuartal IV 2020, diperkirakan rata-rata lelang SBN setiap dua minggunya bakal mencapai Rp35 triliun hingga Rp45 triliun. Jika target tidak tercapai, Bank Indonesia (BI) bakal berfungsi sebagai pembeli last resort.
Dengan kebutuhan pembiayaan bruto yang melebar dari yang sebelumnya sebesar Rp741,84 triliun menjadi Rp1.439,8 triliun, rasio utang terhadap PDB pun diproyeksikan melebar jauh pada tahun 2020.
Pada tahun 2019, rasio utang terhadap PDB tercatat mencapai 30,2 persen dan sebelumnya pada tahun 2020 rasionya diproyeksikan akan turun di angka 29,7 persen.
Dengan pelebaran defisit dan meningkatnya kebutuhan pembiayaan, rasio utang terhadap PDB pada 2020 ini diproyeksikan meningkat hingga 36 persen.
Harga Emas
Harga emas menguat lagi di hari ketiga. Pada Selasa (5/5) pukul 7.07 WIB, seperti dilansir Kontan.co.id, harga emas spot berada di US$1.703,43 per ons troi, menguat 0,08 persen ketimbang harga penutupan perdagangan kemarin.
Kenaikan tensi hubungan Amerika Serikat (AS) dan China menjadi penopang kuat harga emas. Tensi panas kedua negara ini mencuat lagi akibat virus corona.
Bob Haberkorn, senior market strategist RJO Futures mengatakan bahwa ada pengalihan ke aset aman karena pasar saham masih cenderung tertekan. “Ada kemungkinan banyak masalah dalam beberapa bulan dengan China dan seluruh dunia akibat virus corona,” kata Haberkorn kepada Reuters.
Kisruh baru setelah redanya perang dagang AS-China ini terjadi karena asal mula virus corona. Kemarin, Inggris mengatakan bahwa China perlu menjawab pertanyaan soal wabah corona yang menginfeksi lebih dari 3,5 juta orang di seluruh dunia ini.
Sementara Menteri Luar Negeri AS Mike Pompeo mengatakan ada bukti penyakit Covid-19 ini muncul dari laboratorium China. “Perang dagang AS-China yang diperbarui ini akan menjadi katalis harga emas. Tapi jika tidak terealisasi, sulit untuk emas menjaga reli harga,” ungkap analis OCBC Bank dalam catatan yang dikutip Reuters.
Harga emas telah naik 12 persen tahun ini. Kenaikan harga ditopang oleh penyebaran virus corona dan stimulus besar-besaran dari berbagai bank sentral dunia untuk menangkal dampak ekonomi virus corona.