MitraNews.co, Jakarta – Gubernur Jawa Tengah Ganjar Pranowo memaparkan kronologi sengketa tanah warga yang terjadi di Desa Wadas, Kecamatan Bener, Kabupaten Purworejo, untuk pembangunan Bendungan Bener telah berlangsung bertahun-tahun.
Mulanya, warga sempat mengajukan gugatan atas Keputusan Gubernur Jateng ke PTUN Semarang, namun pada 13 Agustus 2021, gugatan tersebut ditolak. Warga Wadas pun mengajukan kasasi ke Mahkamah Agung hingga keluar putusan pada tanggal 29 November 2021 yang menyatakan kasasi juga ditolak.
Ganjar mengungkapkan bahwa proses pembebasan tanah per November 2021 telah mencapai 57,17 persen atau setara dengan Rp698 Miliar. Sedangkan, terdapat 1167 bidang tanah yang sedang dalam proses pengajuan pembayaran.
“Jika ini terbayar maka proses pembayarannya jadi 72,3 persen dan terdapat sisanya 27,7 persen yang belum mendapat pembayaran atau penggantian,” ujar Ganjar saat konferensi pers, Rabu (9/2).
Menurutnya, 27 persen warga yang belum mendapat pembayaran karena berbagai kendala mulai administrasi hingga proses gugatan perdata. Namun, sebanyak 21 persen di antaranya adalah penolakan pengukuran lahan di Desa Wadas.
“Data lahan terdampak dari 617 bidang, 133 masih menolak, 346 setuju, dan sisanya belum memutuskan,” ucapnya. Baca Juga : Ini Cara Berobat ke Malaysia Saat Pandemi Covid-19 Melalui Perwakilan
Ganjar pun menyebut sudah mengundang Komisi Nasional Hak Asasi Manusia (Komnas HAM), Polda Jateng, Kepala Desa Wadas, Bupati Purworejo, serta pakar lingkungan untuk melakukan diskusi sebelum putusan kasasi keluar atau pada 16 November 2021.
Selang 20 hari kemudian, Komnas HAM mengeluarkan rekomendasi untuk Gubernur Jateng, Bupati Purworejo, BBWSO Serayu Opak, dan instansi terkait lainnya.
“Isinya untuk membangun ruang dialog dengan warga untuk penyelesaian konflik dan kemudian Gubernur dapat meminta Komnas HAM memfasilitasi dialog,” papar Ganjar.
Setelahnya, pada 20 Januari 2022, Komnas HAM mengadakan dialog dengan mengundang warga yang setuju maupun menolak pembebasan lahan. Termasuk diundang pula berbagai instansi yang berkaitan seperti Badan Pertanahan Nasional (BPN).
“Pertemuan hanya dihadiri warga yang pro [pembangunan], pihak pro meminta segera dilakukan pengukuran lahan dan kemarin itu dilakukan,” lanjutnya.
Oleh sebab itu, ia mengaku pengukuran dan identifikasi lahan dilakukan selama dua hari dari 8-10 Februari dengan menghadirkan 10 tim dari BPN, 4 orang dari Dinas Pertanian, 2-3 orang tim appraisal, dan masing-masing saksi 3 orang.
“Pengukuran ini sekali lagi hanya dilakukan untuk yang sudah setuju,” pungkasnya.
Warga Wadas saat ini tengah melakukan penolakan terhadap penambangan batu andesit untuk proyek strategis nasional (PSN) Bendungan Bener sejak 2016. Penolakan tersebut kerap mendapat tekanan dari aparat kepolisian.
Pada Selasa (8/1) kemarin, ribuan aparat kepolisian dengan senjata lengkap dikerahkan menyerbu Desa Wadas. Mereka mencopot banner penolakan Bendungan Bener dan mengejar beberapa warga sampai ke hutan.
Penduduk Desa Wadas mengatakan jumlah warga yang ditangkap aparat kepolisian sampai saat ini sekitar 64 orang. Beberapa di antaranya merupakan anak-anak dan orang lanjut usia.
Pelbagai elemen masyarakat sipil, seperti PBNU, Muhammadiyah hingga KontraS mengkritik keras langkah yang diambil kepolisian tersebut. Ganjar sendiri sudah minta maaf kepada warga Wadas yang menurutnya mungkin tidak nyaman.
Source : cnnindonesia.com