JAKARTA, MitraNews.co – Pemerintah menuding ada aktor Penunggang Demo tolak Undang-Undang Omnibus Law Cipta Kerja yang diwarnai kerusuhan di sejumlah daerah, termasuk DIK Jakarta.
Menteri Koordinator Bidang Politik, Hukum, dan Keamanan (Menko Polhukam), Mahfud MD mengatakan Penunggang Demo ini yang berujung kekerasan termasuk tindakan yang tak sensitif di tengah pandemi virus corona (Covid-19).
Ia menyebut tindakan massa yang merusak fasilitas umum, membakar, melukai petugas, dan melakukan penjarahan merupakan tindakan kriminal yang dapat ditindak secara hukum.
“Pemerintah akan bersikap tegas dan melakukan proses hukum terhadap semua pelaku dan aktor Penunggang Demo atas aksi-aksi anarkis yang berbentuk tindakan kriminal,” kata Mahfud dalam keterangan di Jakarta, Kamis (8/10).
Menteri Koordinator Bidang Perekonomian Airlangga Hartarto mengklaim pemerintah sudah mengetahui dan mampu membaca gerak demonstrasi yang menurutnya ditunggangi oleh kaum elite dan intelektual.
Ia berdalih demonstran ditunggangi kaum elite karena empat federasi pekerja atau buruh yang tergolong besar sudah mendukung Omnibus Law Cipta Kerja.
Ketua umum Partai Golkar menyatakan bahwa tokoh-tokoh intelektual tersebut mempunyai ego sektoral yang cukup besar dan bersembunyi di balik layar sebagai dalang gerakan massa serentak ini.
“Pemerintah tahu siapa yang demo itu, kami tahu siapa yang menggerakkan, siapa sponsornya, siapa yang membiayai. Pemerintah sudah tahu siapa tokoh-tokoh intelek di balik penggerak demo,” kata Airlangga, Kamis (8/10).
Kendati demikian, baik Mahfud dan Airlangga sama-sama tidak memberikan detail rincian dan mengaku secara langsung kepada pihak siapa tudingan aktor dan elite penunggang demonstrasi itu ditujukan.
Mereka juga mengimbau penolakan seharusnya dilakukan dengan cara sesuai hukum. Salah satunya dengan cara mengajukan judicial review atau uji materi UU tersebut ke Mahkamah Konstitusi (MK).
Ketegangan aksi tolak UU Ciptaker terjadi di sejumlah daerah di penjuru tanah air. Mulai dari Medan, Batam, Palembang, Bandar Lampung, Serang, Jakarta, Bekasi, Tangerang, Bandung, Semarang, Yogyakarta, Solo, Surabaya, Palu, hingga Makassar.
Massa buruh dan mahasiswa resah dengan peraturan yang menindas dan memangkas hak-hak warga negara, terutama kaum pekerja. Di sisi lain, pengusaha besar diuntungkan dengan RUU yang proses penyusunannya tak transparan tersebut.
Hampir sebagian besar aksi di sejumlah daerah berakhir bentrokan antara massa, yang didominasi mahasiswa dan pelajar, dengan aparat kepolisian. Ratusan demonstran pun diamankan dari masing-masing daerah yang menggelar aksi tersebut.
Di ibu kota, mahasiswa, pelajar, dan buruh memusatkan aksi di Istana Negara. Namun, massa aksi tak bisa mencapai depan Istana. Mereka ditahan aparat kepolisian di tiga titik, Patung Kuda Arjuna Wiwaha, persimpangan Harmoni, dan depan Stasiun Gambir.
Massa yang geram lantaran tak diizinkan menuju depan Istana mencoba menerobos barikade. Polisi membalasnya dengan semprotan water cannon hinnga gas air mata.
Sejumlah fasilitas umum pun diduga dirusak massa, mulai dari halte Transjakarta hingga Pos Polisi. Tercatat ada tiga pos polisi yang terbakar. Sementara dua halte bus Transjakarta yang terbakar di antaranya Bundaran HI dan Sarinah.
Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan mengkalkulasikan biaya yang diperlukan untuk memperbaiki kerusakan sekitar Rp25 miliar. Namun, halte permanen tidak bisa segera diperbaiki. Penanganan terdekat, DKI akan membangun halte sementara.
Sedangkan, Polda Metro Jaya mengaku telah meringkus hampir 1.000 orang yang diduga perusuh dalam aksi demo tolak UU Ciptaker di Ibu Kota. Para terduga perusuh itu disinyalir sengaja menunggangi aksi demo yang dilakukan oleh elemen buruh dan mahasiswa.
Di sisi lain, Komisi Nasional HAM meminta pemerintah cepat merespons demo penolakan UU Omnibus Law Cipta Kerja yang eskalasinya terus meningkat. Komisioner Komnas HAM Beka Ulung Hapsari mengatakan, respons pemerintah penting dilakukan karena demonstrasi berlangsung di tengah pandemi virus corona.
Poin-poin dalam UU sapu jagat tersebut banyak menuai protes karena dinilai memangkas hak buruh dan berpotensi memicu kerusakan lingkungan.
Ketua DPR Puan Maharani berharap Omnibus Law Cipta Kerja dapat membangun ekosistem berusaha di Indonesia yang lebih baik dan mempercepat kemajuan Indonesia. Puan juga mempersilakan bilamana masyarakat tak sepakat dan mengajukan uji materi ke MK.
Sementara, Tenaga Ahli Kedeputian Kantor Staf Presiden (KSP) Donny Gahral Adian menyebut pemerintah pusat belum mempertimbangkan opsi menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-undang (Perppu) Cipta Kerja. Donny mengatakan upaya yang memungkinkan untuk menolak Omnibus Law Cipta Kerja adalah melalui gugatan uji materi ke MK.
Source : cnnindonesia.com